Berperang Melawan Allah?

فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ
“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu,..”.(QS Al Baqarah 279)
Al Imam Malik bin Anas v berkata:  Sungguh saya telah membolak balik lembaran-lembaran mushaf al qur’an dan al hadits,  saya tidak menemukan sesuatu yang lebih buruk (dosanya) dibandingkan dosa riba, karena Allah telah mengumumkan perang terhadap pelaku riba (jami ahkamul qur’an)
             Al Imam Abul Fida’ Ibnu Katsir v berkata: “ Ayat ini adalah peringatan dan ancaman yang keras kepada siapa saja yang tetap mempraktekkan riba setelah datangnya peringatan dari Allah” (tafsir Al Qur’an Al Adzim).
Para pembaca -semoga dirahmati Allah-  mari kita bayangkan bagaimana keadaan seorang manusia yang sangat kerdil ukuran tubuhnya jika dibandingkan dengan makhluk-makhluk Allah yang lainnya seperti gunung, bulan matahari, atau bahkan arsy (singgasana Allah yang merupakan makhluk terbesar) dan kini manusia yang kerdil ini sedang berperang melawan Allah  Dzat yang Maha Besar dan Maha Kuasa, maka sebuah peperangan yang amat mustahil untuk ia menangkan. Demikianlah keadaan orang-orang yang masih mempraktekkan riba, mereka hakekatnya sedang berperang melawan syariat yang Allah turunkan, peperangan yang akan membuahkan kehancuran bagi pelakunya  dinegeri akhirat negeri keabadian…
Para pembaca –semoga dirahmati Allah-  saat ini riba semakin tersebar luas di semua lapisan masyarakat , dan ini tentu saja sesuatu yang sangat memprihatinkan. Bahkan riba masuk ke dalam rumah-rumah kaum muslimin melaui promosi-promosi kredit berbunga. Brosur dan pampletnya tersebar serta terpajang dimana-mana, hanya dengan berbekal BPKB mobil atau motor, pencairan dana sesegera mungkin dan uang cash sudah ditangan. Belum lagi praktek pembungaan uang pada bank-bank konvensional, koperasi-koperasi simpan pinjam hingga rentenir-rentenir dipasar-pasar. Padahal riba adalah dosa besar yang pelakunya diancam dengan adzab yang pedih di akhirat.
Dalam bahasa arab riba bermakna “tambahan”. Sementara dari sisi syariat dikenal 2 jenis riba.

PERTAMA : RIBA DALAM UTANG PIUTANG
           Jenis riba inilah yang paling banyak terjadi ditengah masyarakat dalam bentuk praktek pembungaan uang oleh individu ataupun lembaga berupa bank dan lembaga permodalan, baik  berupa utang piutang murni atau berbentuk penggadaian barang.
          Merupakan kesalahan persepsi yang terjadi ditengah masyarakat dimana mereka menjadikan utang piutang dan gadai menggadai untuk memperoleh keuntungan, padahal dalam Islam utang piutang  adalah akad “tabarru’at” yakni perjanjian yang semata mata berbuat baik murni saling tolong-menolong antara sesama manusia, sehingga tidak boleh dijadikan sebagai bidang usaha dan profesi.
Riba dalam utang piutang terjadi ketika adanya keuntungan yang didapatkan oleh orang yang meminjamkan uang. Misalnya :
1.       Seorang berhutang kepada orang lain atau lembaga keuangan sejumlah Rp 5.000.000 dengan bunga 5% maka ia harus membayar lunas pinjaman tersebut dalam jangka waktu tertentu sejumlah Rp. 5.000.000 disertai dengan bunganya 5% yakni Rp. 250.000
2.      Seorang menggadaikan motornya dengan menjaminkan BPKB motor tersebut lalu ia diberikan pinjaman sebesar 10 juta dengan bunga 5% yang dikemudian hari ia melunasi utangnya dengan jumlah 10 juta disertai bunganya 5% yakni Rp. 500.000 atau ia mencicil bulanan utang tersebut sebesar Rp. 875.000 perbulan selama setahun jika seluruh cicilannya dijumlah maka totalnya Rp. 10.500.000. dan jika ia tidak dapat melunasi utangya maka motor gadaian tersebut akan disita dan menjadi milik lembaga penggadaian tersebut. Bentuk riba seperti inilah yang dinyatakan oleh salah seorang sahabat Nabi yakni Fadhalah bin Ubaid a:
عَنْ فَضَالَّةَ بْنِ عُبَيْدٍ صَاحِبِ النَّبِىِّ    - أَنَّهُ قَالَ : كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ وَجْهٌمِنْ وُ جُوهِ الرِّبَا.
Fadhalah bin Ubaid a mengatakan, “Semua transaksi utang piutang yang menghasilkan keuntungan adalah salah satu bentuk riba” [Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 11252].

KEDUA: RIBA DALAM JUAL BELI
Didalam jual beli atau tukar menukar/barter,  dikenal ada 6 jenis barang komoditas yang telah disepakati para ulama  dapat terkena riba, sebagaimana dalam hadits :
عن عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ ».
Dari Ubadah bin Shamit a, Rasulullah  bersabda: Jika emas dibarter dengan emas, perak dibarter dengan perak, gandum burr dibarter dengan gandum burr, gandum syair dibarter dengan gandum syair, korma dibarter dengan korma, garam dibarter dengan garam maka takarannya harus sama dan tunai. Jika barang yang dibarterkan berbeda maka takarannya sesuka hati kalian asalkan tunai” [HR. Muslim no 4147]
Hadits Nabi ini menyebutkan adanya enam barang ribawi. Enam barang ini bisa dikategorikan menjadi dua kelompok.
·      Kelompok pertama berupa emas dan perak. Dianalogikan dengan emas dan perak berbagai jenis mata uang semisal rupiah, dollar dll.
·      Kelompok kedua terdiri dari gandum syair, gandum burr, korma dan garam. Dianalogkan dengan empat benda ini semua yang bisa dimakan dan diperjualbelikan dengan cara ditakar atau ditimbang, berdasarkan hadits Rasulullah
عَنْ مَعْمَرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ كُنْتُ أَسْمَعُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « الطَّعَامُ بِالطَّعَامِ مِثْلاً بِمِثْلٍ ». قَالَ وَكَانَ طَعَامُنَا يَوْمَئِذٍ الشَّعِيرَ.
Dari Ma’mar bin Abdullah a, aku mendengar Rasulullah bersabda:Jika makanan dibarter dengan makanan maka takarannya harus sama”. Ma’mar mengatakan, “Makanan pokok kami di masa itu adalah gandum syair” [HR Muslim 1592].
Adapun aturan barter antara barang komoditas ribawi, Rasulullah jelaskan dalam haditsnya:
Dari Ubadah dan Anas bin Malik c, Nabi bersabda: “Benda yang ditimbang jika dibarter timbangannya harus sama apabila dibarter dengan benda yang sama. Benda yang ditakar ketentuannya sama seperti itu. Jika dua benda yang dibarterkan itu berbeda maka boleh takaran atau timbangannya berbeda” [HR Daruquthni no 2891].
Sehingga dapat disimpulkan bahwa aturan barter barang-barang ribawi dengan rincian sebagai berikut:
·         Pertama, jika bendanya sama, misalnya kurma dengan kurma, beras dengan beras atau rupiah dengan rupiah maka agar transaksi barter ini diperbolehkan, ada dua syarat yang harus dipenuhi. pertama, takaran atau timbangannya harus sama meski kualitas dua benda tersebut berbeda. Kedua, harus tunai. Yang dimaksud tunai di sini adalah kedua benda tersebut sudah diserahterimakan sebelum kedua orang yang mengadakan transaksi meninggalkan lokasi terjadinya transaksi.
·         Kedua, jika dua benda yang dibarterkan itu berbeda namun masih dalam satu kelompok semisal rupiah dengan dollar, emas dengan rupiah, atau beras dengan gandum. Maka hanya ada satu syarat yang harus dipenuhi agar transaksi ini sah menurut syariat Islam, yaitu tunai.
·         Ketiga, jika dua benda yang dibarterkan itu berbeda kelompok semisal rupiah dengan beras, emas dengan gandum maka tidak ada persyaratan di atas. Artinya boleh beda takaran atau timbangan dan boleh tidak tunai.Demikian pula halnya jika yang dipertukarkan bukanlah benda ribawi semisal motor dengan motor, HP dengan HP maka tidak ada persyaratan di atas untuk  sahnya transaksi tersebut.
Jika ada salah satu syarat di atas tidak terpenuhi maka terjadilah riba yang diharamkan.yakni:
Riba fadhl [penambahan] semisal barter 10 Kg beras dolog  dengan 5 Kg beras Kepala yang semuanya diserahkan ditempat terjadinya transaksi.
Riba nasiah [penundaan] semisal barter 5 Kg beras Dolog dengan 5Kg beras Kepala namun salah satu dari keduanya  diserahkan di luar tempat akad/tidak tunai. Atau 1 dollar AS dengan 10 ribu rupiah namun salah satu dari rupiah atau dollar diserahkan di luar tempat transaksi.
Bahaya dan ancaman bagi pelaku Riba
šúïÏ%©!$# tbqè=à2ù'tƒ (#4qt/Ìh9$# Ÿw tbqãBqà)tƒ žwÎ) $yJx. ãPqà)tƒ Ï%©!$# çmäܬ6ytFtƒ ß`»sÜø¤±9$# z`ÏB Äb§yJø9$# 4 ÇËÐÎÈ  
 “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila” (QS al Baqarah:275).
وَقَالَ اِبْنُ عَبَّاسٍ: آكِلُ الرِبَا يُبْعَثُ يَوْمَ القِيَامَةِ مَجْنُوْنًا يُخْنَق. رواه ابن أبي حاتم،
Ibnu Abbas a mengatakan: “Orang yang memakan riba itu akan dibangkitkan pada hari Kiamat dalam keadaan gila dan tercekik”. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim [Tafsir Ibnu 1/708]
اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ » . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ ، وَمَا هُنَّ قَالَ « الشِّرْكُ بِاللَّهِ ، وَالسِّحْرُ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِى حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ ، وَأَكْلُ الرِّبَا ، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ ، وَالتَّوَلِّى يَوْمَ الزَّحْفِ ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ » .
Dari Abu Hurairah a, Nabi  bersabda: “Jauhilah tujuh dosa yang membinasakan!”. Para shahabat bertanya: “Apa saja tujuh dosa itu wahai rasulullah?”. Jawaban Nabi: “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang Allah haramkan tanpa alasan yang dibenarkan, memakan riba, memakan harta anak yatim, meninggalkan medan perang setelah perang berkecamuk dan menuduh berzina wanita baik baik” [HR Bukhari no 2766 dan Muslim no 272].
عَنْ جَابِرٍ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.
Dari Jabir, Rasulullah melaknat orang yang memakan riba, memberi makan dengan harta riba, juru tulis dan dua saksi transaksi riba. Nabi bersabda, “Mereka itu sama” [HR Muslim no 4177].
عَنْ عَبْدِ اللهِ : عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : الرِبَا ثَلَاثَةُ وَ سَبْعُوْنَ بَابًا أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَجُلَ أُمَّهُ
Dari Abdullah bin Mas’ud a, Nabi bersabda:Riba memiliki 73 pintu. Dosa riba yang paling ringan adalah semisal seorang menikahi ibunya sendiri” [HR Hakim no 2259, shahih].
عَنْ كَعْبٍ قَالَ لأَنْ أَزْنِىَ ثَلاَثاً وَثَلاَثِينَ زَنْيَةً أَحَبُّ إِلَىَّ مِنْ أَنْ آكُلَ دِرْهَمَ رِباً يَعْلَمُ اللَّهُ أَنِّى أَكَلْتُهُ حِينَ أَكَلْتُهُ رِباً.
Dari Ka`ab bin al Ahbar a, beliau mengatakan: “Sungguh jika aku berzina sebanyak 33 kali itu lebih kusukai dari pada aku memakan satu dirham riba yang Allah tahu bahwa aku memakannya dalam keadaan aku tahu bahwa itu riba” [Riwayat Ahmad no 22008, Syaikh Syuaib al Arnauth mengatakan, “Sanadnya shahih sampai ke Kaab al Ahbar]
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حَنْظَلَةَ غَسِيلِ الْمَلاَئِكَةِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « دِرْهَمُ رِباً يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتَّةٍ وَثَلاَثِينَ زَنْيَةً »
Dari Abdullah bin Hanzhalah a, Rasulullah bersabda: “Satu dirham uang riba yang dinikmati seseorang dalam keadaan tahu bahwa itu riba, dosanya lebih jelek dari pada berzina 36 kali” [HR Ahmad no 22007, dinilai shahih oleh al Albani di Silsilah Shahihah no 1033].

Sumber:
1.      Al qur’an Al Adzim dan terjemahnya
2.       Jami’ ahkamul qur’an, karya Al Imam Qurthuby
3.      Tafsir Al Qur’an Al Adzim, karya Al Imam Ibnu Katsir cet ke II Daarut Thoyyibah  1420 H
4.      Sunan AlBaihaqy. Karya al Imam Ahmad bin Hasan Bin Aly Al Baihaqy. Matabah Asy Syamilah
5.      Shohih Muslim. Karya Al Imam  Muslim Bin Hajjaj cet Darul Ibnul Hitsam 1422 h
6.      Shohih Al Bukhory karya Al Imam Mahammad bin Ismail bin Ibrohim Al Bukhory cet Darulkutub ilmiyyah Beirut Libanon 1428 H.
7.      Al Mustadrak karya Al Imam Abu Abdillah Muhammad bin Abdullah bin Muhammad Al Hakim. Maktabah Asy Syamilah

Sumber: Booklet Al Bayan Edisi 18 : Jum’at, 18 Sya’ban 1438 H / 19 Mei 2017 M

Related

Fiqih 7869729138256981992

Posting Komentar

emo-but-icon

Hot in Week

Recent

Comments

Jernihkan Pendengaran Anda

Download Ebook Kaidah Asmaul Husna

Download Ebook Fatwa Seputar Bulan Sya'ban

item