Berperang Melawan Allah?
![](http://img2.blogblog.com/img/icon18_edit_allbkg.gif)
https://ahlussunnah-muna.blogspot.com/2017/05/berperang-melawan-allah.html
فَإِنْ
لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ
“Maka
jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah
Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu,..”.(QS Al Baqarah 279)
Al Imam
Malik bin Anas v berkata: “Sungguh
saya telah membolak balik lembaran-lembaran mushaf al qur’an dan al
hadits, saya tidak menemukan sesuatu
yang lebih buruk (dosanya) dibandingkan dosa riba, karena Allah telah
mengumumkan perang terhadap pelaku riba (jami ahkamul qur’an)
Al Imam Abul Fida’ Ibnu Katsir v
berkata: “ Ayat ini adalah peringatan dan ancaman yang keras kepada siapa
saja yang tetap mempraktekkan riba setelah datangnya peringatan dari Allah”
(tafsir Al Qur’an Al Adzim).
Para
pembaca -semoga dirahmati Allah- mari
kita bayangkan bagaimana keadaan seorang manusia yang sangat kerdil ukuran
tubuhnya jika dibandingkan dengan makhluk-makhluk Allah yang lainnya seperti
gunung, bulan matahari, atau bahkan arsy (singgasana Allah yang merupakan makhluk
terbesar) dan kini manusia yang kerdil ini sedang berperang melawan Allah Dzat yang Maha Besar dan Maha Kuasa, maka sebuah
peperangan yang amat mustahil untuk ia menangkan. Demikianlah keadaan
orang-orang yang masih mempraktekkan riba, mereka hakekatnya sedang berperang
melawan syariat yang Allah turunkan, peperangan yang akan membuahkan kehancuran
bagi pelakunya dinegeri akhirat negeri
keabadian…
Para
pembaca –semoga dirahmati Allah- saat
ini riba semakin tersebar luas di semua lapisan masyarakat , dan ini tentu saja
sesuatu yang sangat memprihatinkan. Bahkan riba masuk ke dalam rumah-rumah kaum
muslimin melaui promosi-promosi kredit berbunga. Brosur dan pampletnya tersebar
serta terpajang dimana-mana, hanya dengan berbekal BPKB mobil atau motor, pencairan dana sesegera mungkin dan
uang cash sudah ditangan. Belum lagi praktek pembungaan uang pada bank-bank
konvensional, koperasi-koperasi simpan pinjam hingga rentenir-rentenir
dipasar-pasar. Padahal riba adalah dosa besar yang pelakunya diancam dengan
adzab yang pedih di akhirat.
Dalam
bahasa arab riba bermakna “tambahan”. Sementara dari sisi syariat dikenal 2
jenis riba.
PERTAMA : RIBA DALAM UTANG PIUTANG
Jenis riba inilah yang paling banyak
terjadi ditengah masyarakat dalam bentuk praktek pembungaan uang oleh individu
ataupun lembaga berupa bank dan lembaga permodalan, baik berupa utang piutang murni atau berbentuk
penggadaian barang.
Merupakan kesalahan persepsi yang
terjadi ditengah masyarakat dimana mereka menjadikan utang piutang dan gadai
menggadai untuk memperoleh keuntungan, padahal dalam Islam utang piutang adalah akad “tabarru’at” yakni perjanjian
yang semata mata berbuat baik murni saling tolong-menolong antara sesama
manusia, sehingga tidak boleh dijadikan sebagai bidang usaha dan profesi.
Riba
dalam utang piutang terjadi ketika adanya keuntungan yang didapatkan oleh orang
yang meminjamkan uang. Misalnya :
1.
Seorang berhutang kepada orang lain atau lembaga keuangan
sejumlah Rp 5.000.000 dengan bunga 5% maka ia harus membayar lunas pinjaman
tersebut dalam jangka waktu tertentu sejumlah Rp. 5.000.000 disertai dengan
bunganya 5% yakni Rp. 250.000
2.
Seorang menggadaikan motornya dengan menjaminkan BPKB motor
tersebut lalu ia diberikan pinjaman sebesar 10 juta dengan bunga 5% yang dikemudian
hari ia melunasi utangnya dengan jumlah 10 juta disertai bunganya 5% yakni Rp.
500.000 atau ia mencicil bulanan utang tersebut sebesar Rp. 875.000 perbulan
selama setahun jika seluruh cicilannya dijumlah maka totalnya Rp. 10.500.000.
dan jika ia tidak dapat melunasi utangya maka motor gadaian tersebut akan
disita dan menjadi milik lembaga penggadaian tersebut. Bentuk riba seperti
inilah yang dinyatakan oleh salah seorang sahabat Nabi ﷺ yakni Fadhalah
bin Ubaid a:
عَنْ فَضَالَّةَ بْنِ عُبَيْدٍ
صَاحِبِ النَّبِىِّ - أَنَّهُ قَالَ : كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ
مَنْفَعَةً فَهُوَ وَجْهٌمِنْ وُ جُوهِ الرِّبَا.
Fadhalah
bin Ubaid a mengatakan,
“Semua transaksi utang piutang yang menghasilkan keuntungan adalah salah
satu bentuk riba” [Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 11252].
KEDUA: RIBA DALAM JUAL BELI
Didalam
jual beli atau tukar menukar/barter,
dikenal ada 6 jenis barang komoditas yang telah disepakati para ulama dapat terkena riba, sebagaimana dalam hadits
:
عن
عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ
وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ
مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ
الأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ ».
Dari Ubadah bin Shamit a, Rasulullah ﷺ bersabda: “Jika
emas dibarter dengan emas, perak dibarter dengan perak,
gandum burr dibarter dengan gandum burr, gandum syair
dibarter dengan gandum syair, korma dibarter dengan korma,
garam dibarter dengan garam maka takarannya harus sama
dan tunai. Jika barang yang dibarterkan berbeda maka takarannya sesuka hati
kalian asalkan tunai” [HR. Muslim no 4147]
Hadits Nabi ﷺ ini
menyebutkan adanya enam barang ribawi. Enam barang ini bisa dikategorikan
menjadi dua kelompok.
·
Kelompok pertama berupa emas dan perak. Dianalogikan dengan
emas dan perak berbagai jenis mata uang semisal rupiah, dollar dll.
·
Kelompok
kedua terdiri dari gandum syair, gandum burr, korma dan garam. Dianalogkan
dengan empat benda ini semua yang bisa dimakan dan diperjualbelikan dengan cara
ditakar atau ditimbang, berdasarkan hadits Rasulullah ﷺ
عَنْ مَعْمَرِ بْنِ عَبْدِ
اللَّهِ كُنْتُ أَسْمَعُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ «
الطَّعَامُ بِالطَّعَامِ مِثْلاً بِمِثْلٍ ». قَالَ وَكَانَ طَعَامُنَا يَوْمَئِذٍ
الشَّعِيرَ.
Dari Ma’mar bin Abdullah a, aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Jika makanan dibarter dengan makanan maka
takarannya harus sama”. Ma’mar mengatakan, “Makanan pokok kami di masa itu
adalah gandum syair” [HR Muslim 1592].
Adapun aturan barter
antara barang komoditas ribawi, Rasulullah ﷺ jelaskan
dalam haditsnya:
Dari Ubadah dan Anas bin
Malik c, Nabi ﷺ bersabda: “Benda yang ditimbang jika dibarter
timbangannya harus sama apabila dibarter dengan benda yang sama. Benda yang
ditakar ketentuannya sama seperti itu. Jika dua benda yang dibarterkan itu
berbeda maka boleh takaran atau timbangannya berbeda” [HR Daruquthni no
2891].
Sehingga dapat disimpulkan
bahwa aturan barter barang-barang ribawi dengan rincian sebagai berikut:
·
Pertama,
jika bendanya sama, misalnya kurma dengan kurma, beras dengan beras atau rupiah
dengan rupiah maka agar transaksi barter ini diperbolehkan, ada dua syarat yang
harus dipenuhi. pertama, takaran atau timbangannya harus sama meski
kualitas dua benda tersebut berbeda. Kedua, harus tunai. Yang dimaksud
tunai di sini adalah kedua benda tersebut sudah diserahterimakan sebelum kedua
orang yang mengadakan transaksi meninggalkan lokasi terjadinya transaksi.
·
Kedua,
jika dua benda yang dibarterkan itu berbeda namun masih dalam satu kelompok
semisal rupiah dengan dollar, emas dengan rupiah, atau beras dengan gandum.
Maka hanya ada satu syarat yang harus dipenuhi agar transaksi ini sah menurut
syariat Islam, yaitu tunai.
·
Ketiga, jika dua benda yang dibarterkan itu berbeda kelompok
semisal rupiah dengan beras, emas dengan gandum maka tidak ada persyaratan di
atas. Artinya boleh beda takaran atau timbangan dan boleh tidak tunai.Demikian
pula halnya jika yang dipertukarkan bukanlah benda ribawi semisal motor dengan
motor, HP dengan HP maka tidak ada persyaratan di atas untuk sahnya transaksi tersebut.
Jika ada salah satu syarat di atas tidak terpenuhi maka
terjadilah riba yang diharamkan.yakni:
Riba
fadhl [penambahan] semisal barter 10 Kg beras dolog dengan 5 Kg beras Kepala yang semuanya
diserahkan ditempat terjadinya transaksi.
Riba
nasiah [penundaan] semisal barter 5 Kg beras Dolog dengan
5Kg beras Kepala namun salah satu dari keduanya
diserahkan di luar tempat akad/tidak tunai. Atau 1 dollar AS dengan 10
ribu rupiah namun salah satu dari rupiah atau dollar diserahkan di luar tempat
transaksi.
Bahaya
dan ancaman bagi pelaku Riba
úïÏ%©!$#
tbqè=à2ù't
(#4qt/Ìh9$# w tbqãBqà)t wÎ) $yJx.
ãPqà)t Ï%©!$# çmäܬ6ytFt ß`»sÜø¤±9$#
z`ÏB Äb§yJø9$# 4 ÇËÐÎÈ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila” (QS al Baqarah:275).
وَقَالَ اِبْنُ عَبَّاسٍ: آكِلُ
الرِبَا يُبْعَثُ يَوْمَ القِيَامَةِ مَجْنُوْنًا يُخْنَق. رواه ابن أبي حاتم،
Ibnu Abbas a mengatakan: “Orang yang memakan riba itu akan
dibangkitkan pada hari Kiamat dalam keadaan gila dan tercekik”.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim [Tafsir Ibnu 1/708]
اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ » .
قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ ، وَمَا هُنَّ قَالَ « الشِّرْكُ
بِاللَّهِ ، وَالسِّحْرُ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِى حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ
بِالْحَقِّ ، وَأَكْلُ الرِّبَا ، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ ، وَالتَّوَلِّى
يَوْمَ الزَّحْفِ ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ » .
Dari Abu Hurairah a,
Nabi ﷺ bersabda: “Jauhilah tujuh dosa yang membinasakan!”. Para
shahabat bertanya: “Apa saja tujuh dosa itu wahai rasulullah?”. Jawaban Nabi:
“Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang Allah haramkan tanpa alasan
yang dibenarkan, memakan riba, memakan harta anak yatim, meninggalkan
medan perang setelah perang berkecamuk dan menuduh berzina wanita baik baik”
[HR Bukhari no 2766 dan Muslim no 272].
عَنْ جَابِرٍ قَالَ لَعَنَ
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ
وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.
Dari Jabir, Rasulullah ﷺ melaknat
orang yang memakan riba, memberi makan dengan harta riba, juru tulis dan dua
saksi transaksi riba. Nabi ﷺ bersabda, “Mereka itu sama” [HR Muslim no
4177].
عَنْ عَبْدِ اللهِ : عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : الرِبَا ثَلَاثَةُ وَ
سَبْعُوْنَ بَابًا أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَجُلَ أُمَّهُ
Dari Abdullah bin Mas’ud a, Nabi ﷺ bersabda: “Riba
memiliki 73 pintu. Dosa riba yang paling ringan adalah semisal seorang menikahi
ibunya sendiri” [HR Hakim no 2259, shahih].
عَنْ كَعْبٍ قَالَ لأَنْ أَزْنِىَ
ثَلاَثاً وَثَلاَثِينَ زَنْيَةً أَحَبُّ إِلَىَّ مِنْ أَنْ آكُلَ دِرْهَمَ رِباً
يَعْلَمُ اللَّهُ أَنِّى أَكَلْتُهُ حِينَ أَكَلْتُهُ رِباً.
Dari Ka`ab bin al Ahbar a,
beliau mengatakan: “Sungguh jika aku berzina sebanyak 33 kali itu lebih kusukai
dari pada aku memakan satu dirham riba yang Allah tahu bahwa aku memakannya dalam
keadaan aku tahu bahwa itu riba” [Riwayat Ahmad no 22008, Syaikh Syuaib al
Arnauth mengatakan, “Sanadnya shahih sampai ke Kaab al Ahbar]
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
حَنْظَلَةَ غَسِيلِ الْمَلاَئِكَةِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- « دِرْهَمُ رِباً يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ
يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتَّةٍ وَثَلاَثِينَ زَنْيَةً »
Dari Abdullah bin
Hanzhalah a, Rasulullah ﷺ bersabda: “Satu dirham uang riba yang dinikmati
seseorang dalam keadaan tahu bahwa itu riba, dosanya lebih jelek dari pada
berzina 36 kali” [HR Ahmad no 22007, dinilai shahih oleh al Albani di
Silsilah Shahihah no 1033].
Sumber:
1.
Al
qur’an Al Adzim dan terjemahnya
2.
Jami’ ahkamul qur’an, karya Al Imam Qurthuby
3.
Tafsir
Al Qur’an Al Adzim, karya Al Imam Ibnu Katsir cet ke II Daarut Thoyyibah 1420 H
4.
Sunan
AlBaihaqy. Karya al Imam Ahmad bin Hasan Bin Aly Al Baihaqy. Matabah Asy
Syamilah
5.
Shohih
Muslim. Karya Al Imam Muslim Bin Hajjaj
cet Darul Ibnul Hitsam 1422 h
6.
Shohih
Al Bukhory karya Al Imam Mahammad bin Ismail bin Ibrohim Al Bukhory cet
Darulkutub ilmiyyah Beirut Libanon 1428 H.
7.
Al
Mustadrak karya Al Imam Abu Abdillah Muhammad bin Abdullah bin Muhammad Al
Hakim. Maktabah Asy Syamilah