Gelora Kerinduan Para Salaf Kepada Bulan Ramadhan
![](http://img2.blogblog.com/img/icon18_edit_allbkg.gif)
https://ahlussunnah-muna.blogspot.com/2017/05/gelora-kerinduan-para-salaf-kepada.html
Kerinduan kepada
Bulan Romadhon di sisi para salaf (Nabi ﷺ, para sahabat, tabi’in dan pengikut setia mereka), bagaikan api
yang membara, tak akan padam oleh badai sekencang apapun. Diantara mereka, ada
yang menangis saat mengenang Bulan Romadhon yang baru saja berlalu. Mereka
menangis disebabkan karena khawatir apa yang mereka kerjakan di Bulan Romadhon
yang baru saja berlalu, tidak diterima di sisi Allah l. Mereka juga
khawatir jangan sampai ajal menjemput sebelum ia berjumpa dengan Bulan
Romadhon. Jauh hari sebelum datangnya Bulan Romadhon, mereka senantiasa berdoa
kepada Allah l agar dipertemukan lagi dengan Bulan
Romadhon. Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hambaliy v berkata: “Sebagian
salaf berkata, “Dahulu mereka (para salaf) berdoa kepada Allah selama 6 bulan
agar mereka disampaikan kepada Bulan Romadhon. Kemudian mereka juga berdoa
selama 6 bulan agar Allah menerima (amal-amal sholih di bulan suci itu) dari
mereka.” [Lihat
Latho’if Al-Ma’arif
(hal. 232)]. Penghulu orang-orang bertaqwa (Rasulullah ﷺ)
pernah memberi kabar gembira kepada para sahabat g. Kegembiraan
ini beliau sampaikan kepada mereka, sebab mereka kedatangan tamu istimewa ‘Bulan Berkah’. Itulah
Romadhon, momen dalam meninggikan derajat taqwa, memperbanyak bekal amal
sholih, dan kesempatan bersimpuh di hadapan Allah, Sang Maha Kuat lagi Maha
Perkasa. Dari Abu
Hurairah a, ia
berkata,
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُبَشِّرُ أَصْحَابَهُ: ” قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ، شَهْرٌ مُبَارَكٌ، افْتَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ، تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ، وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ، وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ، فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ
“Rasulullah ﷺ bersabda demi memberi
kabar gembira kepada para sahabatnya: “Telah
datang kepada kalian Romadhon, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan atas
kalian berpuasa padanya. Pintu-pintu surga dibuka padanya. Pintu-pintu Jahim
(neraka) ditutup padanya. Setan-setan dibelenggu padanya. Di dalamnya terdapat
sebuah malam yang lebih baik dibandingkan 1000 bulan. Siapa yang dihalangi dari
kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi.”[HR. Ahmad dalam Al-Musnad (2/385).
Dinilai shohih
oleh Al-Arna’uth dalam Takhrijul
Musnad (8991) sebagai hadits yang shohih]. Al-Imam
Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hambaliy v berkata
saat memetik faedah indah dari hadits ini: “Sebagian
ulama berkata, ‘Hadits ini adalah dasar (dalil) tentang (bolehnya) ucapan
selamat sebagian mereka kepada yang lain dengan (kedatangan) Bulan Romadhon.
Bagaimana mungkin seorang mukmin tidak diberi kabar gembira tentang terbukanya
pintu-pintu surga?! Bagaimana mungkin seorang yang berdosa tidak diberi kabar
gembira tentang tertutupnya pintu-pintu neraka?! Bagaimana mungkin seorang yang
berakal tidak diberi kabar gembira tentang sebuah waktu yang di dalamnya para
setan dibelenggu. Dari (sisi) manakah ada suatu waktu menyamai waktu (Romadhon)
ini?! [Lihat
Latho’if Al-Ma’arif
(hlm. 148). Kebahagiaan menyambut Romadhon, terpancar dari wajah Rasulullah ﷺ saat
beliau melihat hilal (bulan sabit). Di saat itu, beliau memanjatkan doa kepada
Allah l agar dibukakan pintu-pintu rahmat-Nya
berupa keberkahan, keimanan, keselamatan dan keislaman. Tholhah bin Ubaidillah
a
berkata dalam menuturkan hal itu: “Jika Nabi ﷺ melihat hilal (bulan sabit), beliau berdoa: “Ya Allah tampakkanlah hilal (bulan
sabit) kepada kami dengan membawa berkah, keimanan, keselamatan dan Islam.
Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah.” [HR. At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (3451).
Hadits ini dinyatakan shohih
oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah
(1816)]. Para salaf amat menyadari dari lubuk hati
mereka yang paling dalam bahwa Romadhon adalah bulan yang Allah siapkan bagi
mereka untuk berbenah diri, menata hidup dan memperbaiki sesuatu yang luput di
hari-hari yang telah berlalu dari perjalanan hidup mereka. Mereka
amat khawatir terkena sabda Nabi ﷺ yang menjelaskan
alangkah celakanya seorang yang ditaqdirkan berjumpa dengan ROMADHON, namun ia
sendiri tidak memetik manfaat dan faedah darinya, disebabkan kelalaian jiwanya
dari menghidupkan Romadhon dengan amal-amal sholih, atau bahkan mengisi
Romadhon dengan dosa-dosa dan maksiat yang menodai kesucian Bulan Romadhon. Na’udzu billahi min dzalik…
Di dalam sebuah
hadits, Rasulullah ﷺ
bersabda: “Alangkah hinanya
seseorang yang Bulan Romadhon masuk padanya, lalu Romadhon itu pergi sebelum ia
(orang itu) diberi ampunan.” [HR. At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (3545).
Syaikh Al-Albaniy menilai hadits ini “shohih” dalam Shohih Al-Jami’ (no.
3510)]. Kekhawatiran akan luputnya kebaikan dan
keberkahan di Bulan Romadhon melanda lubuk hati para salaf, menyebabkan mereka
berdoa selama enam bulan sebelum Romadhon. Ketika
Romadhon masuk, mereka tetap berdoa agar diberi kebaikan pada bulan itu. Karena,
mereka telah menyaksikan banyaknya manusia yang lalai dari memetik buah demi
buah manis berupa pahala-pahala melimpah dari amal-amal sholih pada bulan itu. Kita
Lihat Mak-hul
Asy-Syamiy v ,
ia berdoa bila Romadhon telah masuk: “Ya
Allah, sampaikanlah aku ke Bulan Romadhon dan cerahkanlah Romadhon untukku, dan
terimalah amalan Romadhon itu dariku dengan sepenuhnya.” [HR.
Ath-Thobroniy dalam Ad-Du’a’
(913) dengan sanad yang hasan sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Dr.
Muhammad Sa’id Al-Bukhoriy dalam tahqiq-nya
terhadap Kitabud Du’a’(hlm.
1227), cet. Darul Basya’ir Al-Islamiyyah, 1407 H]. Seorang pembesar tabi’ut
tabi’in, Abdul Aziz bin
Abir Rowwad Al-Azdiy Al-Makkiy (wafat 159 H) v berkata, “Dahulu kaum muslimin berdoa di saat Bulan
Romadhon tiba,
‘Ya Allah,
Romadhon telah menghadap dan hadir. Karenanya, cerahkanlah Romadhon untukku,
dan sampaikanlah aku kepadanya, dan selamatkanlah aku (dari segala penghalang
darinya) di Bulan Romadhon, serta terimalah amal-amal Romadhon dariku.
Ya Allah,
anugerahilah aku berpuasa padanya, dan sholat malam padanya, karena sabar dan
mencari pahala. Anugerahilah aku padanya kegigihan, kesungguhan, kekuatan, dan
semangat.
Lindungilah
aku padanya dari rasa bosan, lemah semangat, malas, dan mengantuk.
Berilah aku
taufik pada bulan itu untuk mendapatkan Lailatul Qodar, dan jadikanlah malam
itu lebih baik bagiku dibandingkan 1000 bulan.” [HR.
Ath-Thobroniy dalam Ad-Du’a’
(no. 914), Abul Qosim Al-Ashbahaniy dalam At-Targhib
wa At-Tarhib (no. 1784), dan Abdul Ghoni Al-Maqdisiy dalam Akhbar Ash-Sholah(no.
129), dengan sanad yang hasan sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Dr.
Muhammad Sa’id Al-Bukhoriy dalam tahqiq-nya
terhadap Kitabud Du’a’
(hlm. 1227), cet. Darul Basya’ir Al-Islamiyyah, 1407 H]. Dari
Abu Amer Al-Auza’iy
v berkata dalam menceritakan bagaimana
kegembiraan gurunya menyambut Bulan Romadhon: “Dahulu
Yahya bin Abi Katsir berdoa saat Bulan Romadhon tiba: “Ya
Allah, sampaikanlah aku kepada Bulan Romadhon, dan cerahkanlah Bulan Romadhon
untukku, serta terimalah amal-amal Romadhon dariku.” [Atsar Riwayat Abu
Nu’aim dalam Hilyatul Auliya’ (3/69)]. Kegembiraan
dan kebahagiaan menyambut Romadhon menggelora di hati para salaf “Generasi Terbaik Umat ini”,
sampai dahulu mereka amat mendambakan kehadiran Bulan Romadhon dalam
lembaran-lembaran hidup mereka, agar menjadi catatan dan memori abadi yang akan
menjadi saksi bagi mereka di Hari Hisab. Ma’laa bin Al-Fadhl Al-Azdiy Al-Bashriy v berkata: “Dahulu mereka berdoa kepada Allah l selama 6
bulan agar mereka disampaikan (dipertemukan) dengan Bulan Romadhon, dan mereka
berdoa kepada Allah l selama 6
bulan agar Allah menerima (amal-amal sholih) dari mereka.” [Atsar
Riwayat Abul Qosim Al-Ashbahaniy dalam At-Targhib
wa At-Targhib (no. 1761).
Cobalah kalian
bayangkan tentang perasaan mereka yang amat bahagia di Bulan Romadhon. Sebulan
terasa sehari di sisi mereka.
Coba renungkan
tentang kesedihan para salaf; pertemuan singkat lagi berbunga-bunga itu membawa
kesan dan kenangan tersendiri.
Seorang pria
berpisah dengan istri yang selama ini ia cintai. Sang istri bersafar ke suatu
negeri yang jauh. Jadilah hari-harinya hampa tanpa canda ria
dari seorang kekasih yang selama ini ia amat cintai. Hatinya
amat gundah saat terbetik dalam benaknya,“Akankah
si kekasih kembali ke pangkuannya, ataukah ia akan pergi selamanya, dan tidak
lagi akan ada pertemuan setelah itu?”
Begitulah
perumpamaan seorang hamba yang mencintai dan merindukan Bulan Romadhon. Tak
heran bila mereka amat bersedih ketika berpisah dengan kekasih mereka yang
bernama ‘Bulan
Romadhon’. [Lihat Bughyah
Al-Insan fi Wazho’if (hal. 91), karya Ibnu Rajab, cet.
Al-Maktab Al-Islamiy, 1405 H]. Seorang yang
mencintai Romadhon akan menjaga pesan-pesan yang dititipkan kepadanya. Romadhon
telah menitipkan sebuah pesan kepada para pencintanya agar selalu menjaga dua :
1.
menghiasi diri
dengan ketaatan.
2.
membersihkan diri
dari kotoran-kotoran maksiat.
Seorang yang
mencintai Romadhon akan berusaha memelihara dua pesan ini pada dirinya. Ia
akan menghiasi dirinya dengan berbagai ketaatan dan kebaikan yang menjadi
perhiasan indah bagi dirinya dalam menyambut sang kekasih yang bernama
“Romadhon”, sebagaimana halnya ia akan membersihkan dirinya dari berbagai noda
dan kotoran maksiat-maksiat dibenci oleh sang kekasih ‘Romadhon’. Itulah
hakikat PUASA, seorang hamba “berpuasa” (menahan diri) dari syahwat duniawi
yang haram, karena ia berharap akan adanya hari bahagia di negeri akhirat. Sebagian
salaf pernah berkata: “Berpuasalah
(tahan dirilah) dari dunia dan jadikanlah berbukamu (kebahagiaanmu) dengan
kematian. Dunia seluruhnya adalah bulan berpuasa bagi orang-orang bertaqwa;
mereka berpuasa (menahan diri) padanya dari syahwat-syahwat yang diharamkan.
Jika kematian telah datang kepada mereka, maka sungguh bulan puasa mereka telah
selesai dan mereka berseri-seri pada hari berbuka (yakni, hari raya) mereka.” [Latho’if Al-Ma’rif (hal.
147)]. Menahan diri dari sesuatu yang disenangi oleh jiwa berupa
perkara-perkara yang haram adalah sesuatu yang pahit rasanya, namun ia akan
berbuah manis; buah yang akan terpetik di negeri akhirat. Seorang yang
memperturutkan hawa nafsunya dalam melakukan perkara-perkara maksiat, walaupun
manis rasanya bagi si pelaku, namun hakikatnya pahit. Sebab, ia akan memetik
buahnya yang pahit di Hari Perhitungan!!
Thowus bin Kaisan Al-Yamaniy v berkata: “Manisnya dunia adalah pahitnya
akhirat, sedang pahitnya dunia adalah manisnya akhirat.” [HR. Ibnu
Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf
(35337) dan Abu Nu’aim dalam Hilyatul
Auliya’(4/12) dengan sanad yang shohih]. Di
Bulan Romadhon, seorang hamba hendaknya berusaha mendidik dan melatih jiwanya
meninggalkan sesuatu yang disenanginya berupa perkara-perkara yang tidak
membuahkan pahala di negeri abadi. Jika mudah baginya meninggalkan
perkara-perkara itu, maka Allah l akan
berikan taufik baginya untuk meninggalkan perkara-perkara yang haram!
Ketahuilah, siapa
yang meninggalkan maksiat dan perkara yang melalaikan dari negeri akhirat, maka
Allah akan berikan kepadanya sebuah anugerah yang amat berharga di kampung
akhirat. Seorang sahabat yang mulia, Abul
Mundzir Ubay bin Ka’ab Al-Khozrojiy aberkata: “Tidak ada seorang pun yang
meninggalkan sesuatu karena Allah l, kecuali Allah akan gantikan baginya dengan
sesuatu yang lebih baik dari hal itu, dari arah yang tiada ia sangka-sangka.” [Atsar
shohih riwayat Ibnul Mubarok dalam Az-Zuhd
(no. 36), Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah
(1/253), dan Ibnu Asakir dalam Tarikh
Dimasyqo (7/344), serta yang lainnya] Jadi, siapa yang
meninggalkan syahwatnya yang haram, maka ia akan diberi sesuatu yang lebih baik
dibandingkan sesuatu yang tinggalkan. Terakhir, kita memohon kepada Allah agar
kita dipertemukan dengan Bulan Romadhon, dan memberikan taufik bagi kita agar
menjadikannya sebagai bulan amal demi mencari keridhoan Allah l , serta
menerima segala amal ketaatan yang kita kerjakan di dalamnya.
Sumber: www.abufaizah75.blogspot.co.id
Sumber: Booklet Al Bayan Edisi 16